Kegiatan Diskusi Ilmiah di STIT Al Mubarok Lampung Tengah
Bandar Mataram, 8 Desember 2024 – Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al Mubarok Lampung Tengah secara resmi membuka kegiatan Diskusi Ilmiah perdana pada Minggu, 8 Desember 2024. Kegiatan ini dihadiri oleh Syaifurrohman, M.Pd., dan Gus M. Arifudin Al Faqih sebagai perumus utama, Bunayar M.Pd selaku wakil ketua bidang kemahasiswaan dan segenap Dosen STIT Al Mubarok, dengan tujuan memperkuat budaya akademik dan memperluas wawasan ilmiah di kalangan mahasiswa dan civitas akademika.
Diskusi ilmiah ini menjadi agenda rutin setiap semester, dilaksanakan setelah Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Kegiatan perdana ini diikuti oleh mahasiswa lintas program studi dari berbagai jenjang, mulai dari semester 1 hingga semester 7, mencakup Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI).
Pembahasan Perdana: Peran Bisnis dalam Dunia Pendidikan
Tema diskusi perdana adalah “Peran Bisnis dalam Dunia Pendidikan: Antara Peluang dan Tantangan”. Materi ini mengupas pentingnya sinergi antara dunia bisnis dan lembaga pendidikan, dengan tetap menjaga nilai-nilai moral dan syariah dalam praktik bisnis pendidikan.
Poin-Poin Hasil Pembahasan Diskusi
1. Bisnis Sebagai Pendukung Pendidikan:
Bisnis yang dikelola dengan baik dapat mendukung operasional lembaga pendidikan melalui penyediaan fasilitas, teknologi, dan tenaga pengajar. Namun, bisnis harus tetap memprioritaskan misi pendidikan, bukan sekadar mencari keuntungan finansial.
2. Model Bisnis Berbasis Pendidikan:
Diskusi menyoroti pentingnya penerapan model bisnis berbasis layanan pendidikan seperti Ijarah Maushufah fi al-Dzimmah (Ijarah Salam) dalam hukum Islam. Dalam model ini, lembaga pendidikan wajib memberikan layanan yang jelas dan terukur kepada mahasiswa, seperti mencetak lulusan yang kompeten sesuai bidang keilmuannya.
3. Etika dan Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan:
Lembaga pendidikan harus menjalankan kulfah (beban kerja) dalam memberikan bimbingan belajar yang layak. Jika tidak, penerimaan biaya pendidikan tanpa layanan yang memadai dianggap sebagai gharar (penipuan) dan ghabn (kecurangan).
4. Bahaya Komersialisasi Berlebihan:
Diskusi juga memperingatkan tentang bahaya komersialisasi dunia pendidikan yang menjadikan ijazah atau sertifikat sebagai komoditas utama. Dalam perspektif fiqih, sertifikat seharusnya hanya menjadi ju’lu (bonus) setelah proses belajar yang benar. Jika orientasi pendidikan hanya pada sertifikasi tanpa pembelajaran yang jelas, maka praktik ini dianggap melanggar hukum syariah dan mengandung unsur jahalah (ketidaktahuan).
5. Rekomendasi dan Solusi:
Peserta diskusi sepakat bahwa dunia pendidikan harus dikelola dengan akuntabilitas tinggi, memadukan nilai-nilai bisnis dengan etika pendidikan Islam. Diperlukan regulasi yang lebih baik untuk menghindari praktik komersialisasi yang berlebihan dan memastikan lembaga pendidikan tetap menjalankan fungsi utamanya sebagai tempat belajar dan mencetak generasi yang berilmu.
Dalam sambutannya,menekankan bahwa dunia pendidikan harus dijauhkan dari praktik bisnis yang merugikan peserta didik. “Bisnis dalam pendidikan adalah sarana untuk memperkuat layanan pendidikan, bukan sekadar alat mencari keuntungan,” ungkapnya.
Gus M. Arifudin Al Faqih menambahkan bahwa lembaga pendidikan harus memastikan proses pembelajaran berjalan sesuai standar akademik. “Jika pendidikan hanya berorientasi pada ijazah tanpa pembelajaran yang memadai, maka ada unsur ketidaktahuan yang mencederai nilai-nilai syariah,” jelasnya.
Kegiatan ini mendapat antusiasme tinggi dari seluruh peserta yang hadir, baik mahasiswa, dosen, maupun tamu undangan. Dengan diskusi ilmiah ini, STIT Al Mubarok Lampung Tengah berharap dapat membangun budaya akademik yang lebih kuat, meningkatkan kompetensi mahasiswa, dan menciptakan lulusan yang kompeten serta berakhlak mulia. Kegiatan ini diharapkan menjadi agenda rutin yang menginspirasi dunia pendidikan di masa depan.